Minggu, 16 Desember 2012

ARTIKEL ALSUNNAH WAL JAMAAH


ARTIKEL
AHLULSSUNNAH WAL JAMAAH
Dosen Pembimbing: Sarkowi, S.PdI, MA



Oleh :
          Nama  : Naufal Irwan
                                                          NIM    : 09650177




JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
 UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2012

Abstrak

            Pada hakikatnya, Ahlussunnah bukanlah merupakan suatu agama bagi aliran tertentu dari ahlul kalam. Namun, karena muncul berbagai masalah yang jadi perselisihan ahlul qiblat (Umat Islam) sehingga menjadi beberapa kelompok(firqoh). Padahal sebelumnya mereka semua tunduk pada dasar-dasar agama (tidak membahas atau mempermasalahkannay). Maka, Ahlussunnah (secara global) ada dua golongan, dan keduanya benar, ‘alal haq.

Sebagian kelompok adalah tetap eksis terhadap al-Qur’an dan as-Sunnah as-Shohihah, yang dikukuhi oleh para Sahabat dan tabi’in. tatkala pemikiran-pemikiran baru mulai bermunculan, dan cara berpikir mulai bercabang-cabang, kelopok ini memilih untuk tetap berpedoman pada dhohir-nya al-Qur’an dan as-Sunnah, setia dengan aqidah-aqidah para pendahulunya (Sahabat dan tabi’in) tanpa mempertimbangkan sedikitpun logis maupun tidaknya. Sehingga apabila mereka berbicara menggunakan logika murni, itu hanya untuk menolak pendapat musuh, mengalahkan atau sekedar menambah kemantapan, tidak untuk menggali atau mencetak aqidah darinya. Mereka adalah Ahlussunnah.




I.                   PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Istilah “Ahlusunnah Waljamaah” adalah sebuah istilah yang dieja-Indonesiakan dan kata Ahlusunnah Waljamaah” اهل السنه والجماعه. Ia merupakan rangkaian dari kata-kata:

a.       Ahl (Ahlun), berarti “galongan”atau
“pengikut’

b.      Al-Sunnah (al-Sunnatu), berarti
“tabiat/perilaku jalan hidup/perbuatan yang mencakup ucapan dan tindakan Rasulullah SAW.

c. Wa, yang berarti “dan atau “serta”

c.       Al-Jamaa’ah (al-jamaah), berarti
‘Jamaah” yakni jamaah para sahabat Rasul SAW. Maksudnya ialah perilaku atau jalan hidup para sahabat.
Dengan demikian, maka secara etimologis, istilah “Ahlusunnah Waljamaah / golongan yang senantiasa mengikuti jalan hidup Rasul SAW. dan jalan hidup para sahabatnya. Atau, golongan yang berpegang teguh pada Sunnah Rasul dan Sunnah (Tariqah) para sahabat, lebih khusus lagi, sahabat empat (Abu Bakar, Umar bin Khatab, Usman bin ‘Affan, dan Ali bin Abi Talib).

1.2  Tujuan
*      Untuk mengetahui arti dari Ahlussunnah Wal Jamaah.
*      Untuk mengetahui kriteria Ahlussunnah Wal Jamaah.
*      Untuk mengetahui ajaran-ajaran Ahlussunnah Wal Jamaan.
*      Ciri Utama Ajaran Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja)





II.               PEMBAHASAN

2.1. ISTILAH AHLUSSUNNAH WAL JAMAAH
Istilah “Ahlusunnah Waljamaah” adalah sebuah istilah yang dieja-Indonesiakan dan kata Ahlusunnah Waljamaah” اهل السنه والجماعه. Ia merupakan rangkaian dari kata-kata:

a.       Ahl (Ahlun), berarti “galongan”atau
“pengikut’

b.      Al-Sunnah (al-Sunnatu), berarti
“tabiat/perilaku jalan hidup/perbuatan yang mencakup ucapan dan tindakan Rasulullah SAW.

c.        Wa, yang berarti “dan atau “serta”

d.      Al-Jamaa’ah (al-jamaah), berarti
‘Jamaah” yakni jamaah para sahabat Rasul SAW. Maksudnya ialah perilaku atau jalan hidup para sahabat.

Dengan demikian, maka secara etimologis, istilah “Ahlusunnah Waljamaah / golongan yang senantiasa mengikuti jalan hidup Rasul SAW. dan jalan hidup para sahabatnya. Atau, golongan yang berpegang teguh pada Sunnah Rasul dan Sunnah (Tariqah) para sahabat, lebih khusus lagi, sahabat empat (Abu Bakar, Umar bin Khatab, Usman bin ‘Affan, dan Ali bin Abi Talib).

Dengan kata lain, Ahlussunnah Waljamaah ialah golongan yang senantiasa mengikuti jejak hidup Rasul SAW. dan jejak hidup para sahabatnya, dengan senantiasa berpegang teguh kepada al-Qunan dan A-Sunnah.
عَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِفْتَرَ قَتْ الْيَهُوْدُ عَلَىءِاحْدَىوَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً, وَاَفْتَرَقَتْ النَّصَارَى عَلَى ائْنَتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً. وَتَفَرَّقَ اُمَّتِى عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً (رواه الاربعه)

“Dari sahabat Abu Hurairah ra. dia berkata, bahwasanya Rasulullah SAW. bersabda : Umat Yahudi telah pecah menjadi 71 golongan dan umat Nasrani terpecah menjadi 72 golongan. Sementara umatku bakal pecah menjadi 73 golongan” (Abu Dawud, al-Tirmizi, al-Nasa’i, Ibnu Majah).

Hadits ini, tidak secara tegas menyatakan adanya golongan yang disebut “Ahlussunnah Waljamaah”. Tetapi baru diisyaratkan bakal terpecahnya umat Rasulullah SAW menjadi 73 golongan (firqah). Maka golongan ahlussunnah Waljamaah berarti salah satu dari ke-73 golongan tersebut.

Hadits lain, yakni yang diriwayatkan dari sahabat Abdullah Ibnu Umar ra., bahwasanya Nabi SAW. beriabda:
…وَاِنَّ بَنِى اِسْرَائِيْلَ تَفَرَّقَتْ عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ مِلَّةً وَتَفْتَرِقُ اُمَّتِى عَلَى ثَلاَثِ وَسَبْعِيْنَ مِلَّةً. كُلُّهُمُ فِى النَّارِ اِلاَمِلَّةً وَاحِدَةً. قَالُوْا: وَمَنْ هِيَ يَارَسُوْل اللهِ؟ قَالَ: مَا اَنَا عَلَيْهِ وَاَصْحَابِي (رواه الترمذى)

“… Dan sesungguhnya kaum Bani Israil telah terpecah menjadi 72 golongan. Sementara umatku bakal terpecah menjadi 73 golongan dan semuanya masuk neraka kecuali hanya satu golongan saja. Para sahabat bertanya: Siapakah yang satu golongan itu ya Rasulullah? jawabnya: Itulah golongan yang senantiasa mengikuti jejakku dan jejak para sahabatku”. (HR. Al Tirmizi).

Dalam teks hadits ini, meskipun belum secara tegas terungkap istilah “Ahlussunnah Waljamaah”; namun maknanya sudah tersirat di dalamnya, yakni bahwa golongan yang selamat dari ancaman neraka itu adalah golongan yang senantiasa mengikuti jejak (Jalan hidup) Rasulullah SAW. dan para sahabatnya. Padahal, makna yang demikian inilah yang kita maksudkan sebagai batasan (pengertian) Ahlussunnah Waljamaah.

Dengan demikian, maka golongan Ahlussunnah Waljamaah ialah satu-satunya golongan umat Rasul yang selamat dari ancaman neraka. Hal ini lebih tegas lagi diungkapkan dalam hadits lain yang berbunyi:
وَالَّذِىْ نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ, لَتَفْتَرِقُ اُمَّتِى عَلىَ ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً. فَوَاحِدَةً فَى الْجَنَّةُ وَثِنْتَانِ وَسَبْعُوْنَ فِى النَّارِ. قِيْلَ: مَنْ هُمْ يَارَسُوْلُ اللهِ؟ قَالَ: اَهْلُ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ (رواه الطبرانى)
(Rasulullah SAW) bersumpah: Demi zat yang menguasai jiwa Muhammad, sungguh umatku bakal terpecah, menjadi 73 golongan. Maka yang satu golongan masuk syurga, sedangkan yang 72 golongan masuk neraka. Sedang sahabat bertanya : Siapakah golongan yang masuk itu ya Rasulullah? Jawabnya Yaitu golongan Ahlussunnah Waljamaah” (HR. al-Tabrani)

Berdasarkan ketiga hadits tersebut, jelaslah bahwa umat Islam akan terpecah ke dalam banyak golongan, Sebagaimana umat Yahudi dan Nasrani. Di antara sekian banyak (73) golongan itu, terdapat satu golongan yang selamat dari ancaman neraka, yakni golongan yang senantiasa mengikuti jejak hidup Rasulullah SAW. dan jejak hidup para sahabatnya. Dan golongan yang selamat (masuk surga) itu tidak lain ialah golongan Ahlussunnah Waljamaah.

2.2. KRITERIA AHLUSSUNNAH WAL JAMAAH

            Kriteria Ahlus sunnah sebagaimana yang telah diterangkan oleh Imam Ghazali dalam kitab beliau Ihya Ulumuddin dan kitab lainnya adalah:

1. Tentang ketuhanan
Meyakini bahwa Allah adalah tuhan yang esa yang berhak disembah dengan segala sifat kesempurnaan-Nya yang tiada sama dengan makhluk.
Ø  Zat Allah dapat dilihat dengan mata kepala, dan orang-orang mukmin akan melihat-Nya dalam surga kelak.
Ø  Segala sesuatu yang terjadi merupakan atas kehendak-Nya namun pada makhluk terdapat ikhtiyari. Menolak faham Tasybih (penyerupaan) Allah dengan makhluk.
Ø  Menolak faham Jabariyah (segala sesuatu atas kehendak Allah tanpa ikhtiayri dari makhluk)
Ø  Menolak faham Qadariyah (segala sesuatu atas kehendak makhluk tanpa taqdir dari Allah).

2. Tentang malaikat
Ø  Malaikat itu ada dan jumlahnya tidak terhingga. Setiap malaikat memiliki tugasnya masing-masing, mereka selalu taat kepada perintah Allah.
Ø  Ummat islam hanya diwajibkan mengetahui sepuluh nama malaikat yang utama yang mempunyai tugasnya masing-masing.
Ø  Sehubungan dengan keimanan tentang adanya malaikat, ummat islam juga diwajibkan meyakini adanya jin, iblis dan syaithan.
3. Tentang kerasulan
Ø  Meyakini bahwa semua Rasul adalah utusan-Nya yang diberikan mu`jizat kepada mereka sebagi tanda kebenaran mereka.
Ø  Rasulullah SAW penutup segala Nabi dan Rasul yang diutus kepada bangsa arab dan bangsa lainnya, kepada manusia dan jin.
Ø  Mencintai seluruh shahabat Rasulullah
Ø  Meyakini bahwa shahabat yang paling mulia adalah Sayidina Abu Bakar ash-Shiddiq kemudian Sayidina Umar kemudian Saiydina Utsman kemudian Saidina Ali Radhiyallahu ‘anhum.
Ø  Menghindari membicarakan masalah permusuhan sesama sahabat kecuali untuk menerangkan kebenaran dan bagaimana kaum muslimin menyikapinya.
Ø  Meyakini Ibunda dan Ayahanda Rasulullah masuk surga berdasarkan firman Allah QS. Al-Isra’ ayat 15 :
وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولًا

“dan Kami tidak akan meng’azab sebelum Kami mengutus seorang rasul.” (QS. Al-Isra` : 15)

Kedua orang tua Nabi wafat pada zaman fatharah (kekosongan dari seorang Nabi/Rasul). Berarti keduanya dinyatakan selamat. Imam Fakhrurrozi menyatakan bahwa semua orang tua para Nabi muslim.

Dengan dasar Al-Qur’an surat As-Syu’ara’ : 218-219 :

الَّذِي يَرَاكَ حِينَ تَقُومُ * وَتَقَلُّبَكَ فِي السَّاجِدِينَ

Yang melihat kamu ketika kamu berdiri (untuk sembahyang), dan (melihat pula) perobahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud.

Jelas sekali Rasulullah menyatakan bahwa kakek dan nenek moyang beliau adalah orang-orang yang suci bukan orang-orang musyrik karena mereka dinyatakan najis dalam Al-Qur’an. Allah SWT berfirman dalam At Taubah ayat 28

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ

“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis”



4. Tentang kitab:

Ø  Al quran, Taurat, Injil, Zabur adalah kitab-kitab yang diturunkan kepada Rasul-Nya sebagai pedoman bagi ummat.
Ø  Al Quran adalah kalam Allah dan bukan makhluk dan bukan sifat bagi makhluk.
Ø  Tentang ayat mutasyabihat, dalam Ahlussunnah ada dua pandangan para ulama:
·      Ulama salaf (ulama yang hidup pada masa sebelum 500 tahun hijryah) lebih memilih tafwidh (menyerahkan kepada Allah) setelah Takwil Ijmali (umum/global) atau dikenal juga dengan istilah tafwidh ma’a tanzih yaitu memalingkan lafahd dari arti dhahirnya setelah itu menyerahkan maksud dari kalimat tasybih itu kepada Allah.
·      Ulama khalaf (Ulama pada masa setelah 500 Hijriyah) lebih memilih ta`wil yaitu menghamal arti kalimat dengan sebalik arti dhahirnya dengan menyatakan dan menentukan arti yang dimaksudkan dari kalimat tersebut.

Dalam menentukan langkahnya, Ulama Salaf dan Ulama Khalaf sama-sama berpegang pada surat: Ali Imran ayat: 7

هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آَيَاتٌ مُحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِهِ

Artinya : “Dia-lah yang menurunkan al-Kitab (al-quran) kepada kamu, di antara (isi) nya ada ayat-ayat muhkamat (jelas maksudnya) itulah pokok-pokok isi al-Quran dan yang lain (ayat-ayat) mutasyabihat (tidak difahami maksudnya). Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti ayat-ayat yang mutasyabihat dari padanya untuk menimbulkan fitnah (karena mereka tidak menyadari telah terjerumus dalam ayat mutasyabihat) dan untuk mencari-cari penafsirannya,”

5. Tentang kiamat

Ø  Kiamat pasti terjadi, tiada keraguan sedikit pun.
Ø  Meyakini adanya azab kubur.
Ø  Kebangkitan adalah hal yang pasti.
Ø  Surga adalah satu tempat yang disediakan untuk hamba yang dicintai-Nya.
Ø  Neraka disediakan untuk orang-orang yang ingkar kepada-Nya.
Ø  Meyakini adanya hisab (hari perhitungan amalan).
Ø  Meyakini adanya tempat pemberhentian hamba setelah bangkit dari kubur.
Ø  Meyakini adanya Syafaat Rasulullah, ulama, syuhada dan orang-orang mukmin lainnya menurut kadar masing-masing.

6. Kewajiban ta`at kepada-Nya terhadap hamba-Nya adalah diketahui melalui lisan Rasul-Nya bukan melalui akal.
7. Tidak mengada-ngadakan sesuatu dalam agama kecuali atas izin Allah.
8. Tidak menisbahkan kepada Allah sesuatu yang tidak diketahui.
9. Tidak mengkafirkan seorangpun dari ahli kiblat dengan sebab dosa yang mereka lakukan seperti zina, mencuri, minum khamar dll.

2.3 AJARAN-AJARAN AHLUSSUNNAH WAL JAMAAH

Diantara ajaran Ahlussunnah adalah:

1.   Megimani dan mengamalkan semuaq yang datang dari Rosulillah saw. Baik yang tercantum di al-Qur’an ataupun di Hadits sebagai bukti dari sikap ‘ubudiyyah pada Allah SWT.
2.   Tidak mencaci makai para Sahabat Nabi, tetapi menghormati dan memintakan ampunan untuk mereka.

3.   Bersedia untuk taqlid pada Ijtihad para Ulama’ Madzahib dalam berbagai masa’il diniyah fiqhiyyah, disamping mempelajari dalil-dalilnya.

4.   Mengimani ayat-ayat mutasyabihat tanpa berusaha untuk mena’wil yang sampai pada batas mentasybihan maupun penta’thilan (menafikan sifat-sifat Allah)
5.      Meyakini bahwa al-Qur’an adalah Kalamullah al-Qadim, tidak makhluk dan tidak mengalami perubahan.

6.      Tidak beranggapan bahwa Imamah adalah rukum Iman, namun sebagai kewajiban / dlarurah ‘aammah demi kemashlahatan ummat untuk menjalankan syari’at Islam.

7.      Mengakui kekhilafan Khulafaur Rasyidin (Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali).

8.      Mencintai ahlul bait Rasulullah SAWdengan tanpa lewat jalur Syi’ah (dibatasi pada 12 imam dan mengkafir-kafirkan sahabat).

9.      Mempercayai bahwa besok di Akhirat orang mu’min dapat melihat Allah SWT sebagaimana dalam firman-firmanNya.

10.  Tidak mengingkari pada bolehnya tawassul dan adanya karomah Auliya’.

11.  Tidak membenarkan ajaran taqiyyah, yakni melahirkan sesuatu yang bertentangan dengan nurani hanya untuk menipu ummat Islam.

12.  Percaya bahwa sebaik kurun / periode adalah masa Rasulullah SAW setelah itu adalah Sahabatnya, setelahnya adalah Tabi’in…Tabi’it Tabi’in … dan seterusnya.

Dan masih banyak beberapa ajaran Ahlussunnah yang tercantum dalam kitab-kitab salaf. Untuk itu, bagi kalangan pesantren (khususnya) dan warga nahdliyyin (umumnya).

2.4. CIRI UTAMA AJARAN NAHLUSSUNNAH  WAL  JAMAAH.

Ada tiga ciri utama ajaran Ahlussunnah wal Jamaah atau kita sebut dengan Aswaja yang selalu diajarkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya:

Ø  Pertama

 at-tawassuth atau sikap tengah-tengah, sedang-sedang, tidak ekstrim kiri ataupun ekstrim kanan. Ini disarikan dari firman Allah SWT:

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطاً لِّتَكُونُواْ شُهَدَاء عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيداً

Dan demikianlah kami jadikan kamu sekalian (umat Islam) umat pertengahan (adil dan pilihan) agar kamu menjadi saksi (ukuran penilaian) atas (sikap dan perbuatan) manusia umumnya dan supaya Allah SWT
menjadi saksi (ukuran penilaian) atas (sikap dan perbuatan) kamu sekalian. (QS al-Baqarah: 143).

Ø  Kedua

at-tawazun atau seimbang dalam segala hal, terrnasuk dalam penggunaan dalil 'aqli (dalil yang bersumber dari akal pikiran rasional) dan dalil naqli (bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits). Firman Allah SWT:


لَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلَنَا بِالْبَيِّنَاتِ وَأَنزَلْنَا مَعَهُمُ الْكِتَابَ وَالْمِيزَانَ لِيَقُومَ النَّاسُ بِالْقِسْطِ
“Sunguh kami telah mengutus rasul-rasul kami dengan membawa bukti kebenaran yang nyata dan telah kami turunkan bersama mereka al-kitab dan neraca (penimbang keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. (QS al-Hadid: 25)”

Ø  Ketiga,

       al-i'tidal atau tegak lurus. Dalam Al-Qur'an Allah SWT berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُونُواْ قَوَّامِينَ لِلّهِ شُهَدَاء بِالْقِسْطِ وَلاَ يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلاَّ تَعْدِلُواْ اعْدِلُواْ هُوَ أَقْرَبُ
لِلتَّقْوَى وَاتَّقُواْ اللّهَ إِنَّ اللّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman hendaklah kamu sekalian menjadi orang-orang yang tegak membela (kebenaran) karena Allah menjadi saksi (pengukur kebenaran) yang adil. Dan janganlah kebencian kamu pada
suatu kaum menjadikan kamu berlaku tidak adil. Berbuat adillah karena keadilan itu lebih mendekatkan pada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, karena sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.
(QS al-Maidah: 8)”

Dalam tataran praktis, sebagaimana dijelaskan KH Ahmad Shiddiq bahwa prinsip-prinsip ini dapat terwujudkan dalam beberapa hal sebagai berikut: (Lihat Khitthah Nahdliyah, hal 40-44)

1.   Akidah.

a.       Keseimbangan dalam penggunaan dalil 'aqli dan dalil naqli.
b.      Memurnikan akidah dari pengaruh luar Islam.
c.       Tidak gampang menilai salah atau menjatuhkan vonis syirik, bid'ah apalagi kafir.
2.   Syari'ah

a.       Berpegang teguh pada Al-Qur'an dan Hadits dengan menggunanakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
b.      Akal baru dapat digunakan pada masalah yang yang tidak ada nash yang je1as (sharih/qotht'i).
c.       Dapat menerima perbedaan pendapat dalam menilai masalah yang memiliki dalil yang multi-interpretatif (zhanni).

3.   Tashawwuf/ Akhlak.

a.       Tidak mencegah, bahkan menganjurkan usaha memperdalam penghayatan ajaran Islam, selama menggunakan cara-cara yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum Islam.
b.      Mencegah sikap berlebihan (ghuluw) dalam menilai sesuatu.
c.       Berpedoman kepada Akhlak yang luhur. Misalnya sikap syaja ’ah atau berani (antara penakut dan ngawur atau sembrono), sikap tawadhu' (antara sombong dan rendah diri) dan sikap dermawan (antara kikir dan boros).

4.   Pergaulan antar golongan

a.       Mengakui watak manusia yang senang berkumpul dan berkelompok berdasarkan unsur pengikatnya masing-masing.
b.      Mengembangkan toleransi kepada kelompok yang berbeda.
c.       Pergaulan antar golongan harus atas dasar saling menghormati dan menghargai.
d.      Bersikap tegas kepada pihak yang nyata-nyata memusuhi agama Islam.



5.   Kehidupan bernegara

a.          NKRI (Negara Kesatuan Republik Indanesia) harus tetap dipertahankan karena merupakan kesepakatan seluruh komponen bangsa.
b.          Selalu taat dan patuh kepada pemerintah dengan semua aturan yang dibuat, selama tidak bertentangan dengan ajaran agama.
c.          Tidak melakukan pemberontakan atau kudeta kepada pemerintah yang sah.
d.         Kalau terjadi penyimpangan dalam pemerintahan, maka mengingatkannya dengan cara yang baik.

6.   Kebudayaan

a.        Kebudayaan harus ditempatkan pada kedudukan yang wajar. Dinilai dan diukur dengan norma dan hukum agama.
b.        Kebudayaan yang baik dan ridak bertentangan dengan agama dapat diterima, dari manapun datangnya. Sedangkan yang tidak baik harus ditinggal.
c.        Dapat menerima budaya baru yang baik dan melestarikan budaya lama yang masih relevan (al-muhafazhatu 'alal qadimis shalih wal akhdu bil jadidil ashlah).

7.   Dakwah

a.       Berdakwah bukan untuk menghukum atau memberikan vonis bersalah, tetapi mengajak masyarakat menuju jalan yang diridhai Allah SWT.
b.      Berdakwah dilakukan dengan tujuan dan sasaran yang jelas.
c.       Dakwah dilakukan dengan petunjuk yang baik dan keterangan yang jelas, disesuaikan dengan kondisi dan keadaan sasaran dakwah.
III.             KESIMPULAN

Istilah “Ahlusunnah Waljamaah” adalah sebuah istilah yang dieja-Indonesiakan dan kata Ahlusunnah Waljamaah” اهل السنه والجماعه. Ia merupakan rangkaian dari kata-kata:
a.      Ahl (Ahlun), berarti “galongan”atau
“pengikut’
b.      Al-Sunnah (al-Sunnatu), berarti
“tabiat/perilaku jalan hidup/perbuatan yang mencakup ucapan dan tindakan Rasulullah SAW.
c.        Wa, yang berarti “dan atau “serta”
d.      Al-Jamaa’ah (al-jamaah), berarti
‘Jamaah” yakni jamaah para sahabat Rasul SAW. Maksudnya ialah perilaku atau jalan hidup para sahabat.

Dengan demikian, maka secara etimologis, istilah “Ahlusunnah Waljamaah / golongan yang senantiasa mengikuti jalan hidup Rasul SAW. dan jalan hidup para sahabatnya.
Dengan kata lain, Ahlussunnah Waljamaah ialah golongan yang senantiasa mengikuti jejak hidup Rasul SAW.

Kriteria Ahlus sunnah sebagaimana yang telah diterangkan oleh Imam Ghazali dalam kitab beliau Ihya Ulumuddin dan kitab lainnya adalah:
1.      Tentang ketuhanan
2.       Tentang malaikat
3.      Tentang kerasulan
4.      Tentang kitab
5.       Tentang kiamat


Ada tiga ciri utama ajaran Ahlussunnah wal Jamaah atau kita sebut dengan Aswaja yang selalu diajarkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya:

Ø  Pertama

 at-tawassuth atau sikap tengah-tengah, sedang-sedang, tidak ekstrim kiri ataupun ekstrim kanan.
Ø  Kedua

at-tawazun atau seimbang dalam segala hal, terrnasuk dalam penggunaan dalil 'aqli (dalil yang bersumber dari akal pikiran rasional) dan dalil naqli (bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits).
Ø  Ketiga,

       al-i'tidal atau tegak lurus.

Dalam tataran praktis, sebagaimana dijelaskan KH Ahmad Shiddiq bahwa prinsip-prinsip ini dapat terwujudkan dalam beberapa hal sebagai berikut:
1.      Akidah.
2.      Syari'ah
3.      Tashawwuf/ Akhlak.
4.      Pergaulan antar golongan
5.      Kehidupan bernegara
6.      Kebudayaan
7.      Dakwah





DAFTAR PUSTAKA

http://ahlussunah-wal jamaah.blogspot.com/2011/06/definisi ahlussunnah-wal-jamaah.html


Abbas Siradjuddin, I’tiqad ahlussunnah wal jama’ah, Jakarta, pustaka tarbiyyah, 2004.

Hanafi. A, Pengantar Theology Islam, Jakarta, pustaka al-husna, 1992.

Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, Jakarta, UIP, 1986

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Web Host