ARTIKEL
AHLULSSUNNAH WAL JAMAAH
Dosen Pembimbing: Sarkowi, S.PdI, MA
Oleh :
Nama : Naufal Irwan
NIM
: 09650177
JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2012
Abstrak
Pada
hakikatnya, Ahlussunnah bukanlah merupakan suatu agama bagi aliran tertentu
dari ahlul kalam. Namun, karena muncul berbagai masalah yang jadi perselisihan
ahlul qiblat (Umat Islam) sehingga menjadi beberapa kelompok(firqoh). Padahal
sebelumnya mereka semua tunduk pada dasar-dasar agama (tidak membahas atau
mempermasalahkannay). Maka, Ahlussunnah (secara global) ada dua golongan, dan
keduanya benar, ‘alal haq.
Sebagian kelompok adalah tetap eksis terhadap al-Qur’an dan as-Sunnah
as-Shohihah, yang dikukuhi oleh para Sahabat dan tabi’in. tatkala
pemikiran-pemikiran baru mulai bermunculan, dan cara berpikir mulai
bercabang-cabang, kelopok ini memilih untuk tetap berpedoman pada dhohir-nya
al-Qur’an dan as-Sunnah, setia dengan aqidah-aqidah para pendahulunya (Sahabat
dan tabi’in) tanpa mempertimbangkan sedikitpun logis maupun tidaknya. Sehingga
apabila mereka berbicara menggunakan logika murni, itu hanya untuk menolak
pendapat musuh, mengalahkan atau sekedar menambah kemantapan, tidak untuk
menggali atau mencetak aqidah darinya. Mereka adalah Ahlussunnah.
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Istilah “Ahlusunnah Waljamaah”
adalah sebuah istilah yang dieja-Indonesiakan dan kata Ahlusunnah Waljamaah” اهل
السنه والجماعه. Ia merupakan rangkaian dari kata-kata:
a. Ahl (Ahlun), berarti
“galongan”atau
“pengikut’
b. Al-Sunnah (al-Sunnatu), berarti
“tabiat/perilaku jalan hidup/perbuatan
yang mencakup ucapan dan tindakan Rasulullah SAW.
c. Wa, yang berarti “dan atau
“serta”
c. Al-Jamaa’ah (al-jamaah), berarti
‘Jamaah” yakni jamaah para sahabat
Rasul SAW. Maksudnya ialah perilaku atau jalan hidup para sahabat.
Dengan demikian, maka secara
etimologis, istilah “Ahlusunnah Waljamaah / golongan yang senantiasa mengikuti
jalan hidup Rasul SAW. dan jalan hidup para sahabatnya. Atau, golongan yang
berpegang teguh pada Sunnah Rasul dan Sunnah (Tariqah) para sahabat, lebih
khusus lagi, sahabat empat (Abu Bakar, Umar bin Khatab, Usman bin ‘Affan, dan
Ali bin Abi Talib).
1.2 Tujuan
Untuk
mengetahui arti dari Ahlussunnah Wal Jamaah.
Untuk
mengetahui kriteria Ahlussunnah Wal Jamaah.
Untuk
mengetahui ajaran-ajaran Ahlussunnah Wal Jamaan.
Ciri
Utama Ajaran Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja)
II.
PEMBAHASAN
2.1. ISTILAH AHLUSSUNNAH WAL JAMAAH
Istilah “Ahlusunnah Waljamaah”
adalah sebuah istilah yang dieja-Indonesiakan dan kata Ahlusunnah Waljamaah” اهل
السنه والجماعه. Ia merupakan rangkaian dari kata-kata:
a. Ahl (Ahlun), berarti
“galongan”atau
“pengikut’
b. Al-Sunnah (al-Sunnatu), berarti
“tabiat/perilaku jalan hidup/perbuatan
yang mencakup ucapan dan tindakan Rasulullah SAW.
c. Wa, yang berarti “dan atau “serta”
d. Al-Jamaa’ah (al-jamaah), berarti
‘Jamaah”
yakni jamaah para sahabat Rasul SAW. Maksudnya ialah perilaku atau jalan hidup
para sahabat.
Dengan demikian, maka secara etimologis, istilah “Ahlusunnah Waljamaah /
golongan yang senantiasa mengikuti jalan hidup Rasul SAW. dan jalan hidup para
sahabatnya. Atau, golongan yang berpegang teguh pada Sunnah Rasul dan Sunnah
(Tariqah) para sahabat, lebih khusus lagi, sahabat empat (Abu Bakar, Umar bin
Khatab, Usman bin ‘Affan, dan Ali bin Abi Talib).
Dengan kata lain, Ahlussunnah Waljamaah ialah golongan yang senantiasa
mengikuti jejak hidup Rasul SAW. dan jejak hidup para sahabatnya, dengan senantiasa
berpegang teguh kepada al-Qunan dan A-Sunnah.
عَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ
قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِفْتَرَ قَتْ الْيَهُوْدُ
عَلَىءِاحْدَىوَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً, وَاَفْتَرَقَتْ النَّصَارَى عَلَى ائْنَتَيْنِ
وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً. وَتَفَرَّقَ اُمَّتِى عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً
(رواه الاربعه)
“Dari sahabat Abu Hurairah ra. dia
berkata, bahwasanya Rasulullah SAW. bersabda : Umat Yahudi telah pecah menjadi
71 golongan dan umat Nasrani terpecah menjadi 72 golongan. Sementara umatku
bakal pecah menjadi 73 golongan” (Abu Dawud, al-Tirmizi, al-Nasa’i, Ibnu
Majah).
Hadits ini, tidak secara tegas menyatakan adanya golongan yang disebut
“Ahlussunnah Waljamaah”. Tetapi baru diisyaratkan bakal terpecahnya umat
Rasulullah SAW menjadi 73 golongan (firqah). Maka golongan ahlussunnah
Waljamaah berarti salah satu dari ke-73 golongan tersebut.
Hadits lain, yakni yang diriwayatkan dari sahabat Abdullah Ibnu Umar ra.,
bahwasanya Nabi SAW. beriabda:
…وَاِنَّ بَنِى
اِسْرَائِيْلَ تَفَرَّقَتْ عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ مِلَّةً وَتَفْتَرِقُ اُمَّتِى
عَلَى ثَلاَثِ وَسَبْعِيْنَ مِلَّةً. كُلُّهُمُ فِى النَّارِ اِلاَمِلَّةً وَاحِدَةً.
قَالُوْا: وَمَنْ هِيَ يَارَسُوْل اللهِ؟ قَالَ: مَا اَنَا عَلَيْهِ وَاَصْحَابِي
(رواه الترمذى)
“… Dan
sesungguhnya kaum Bani Israil telah terpecah menjadi 72 golongan. Sementara
umatku bakal terpecah menjadi 73 golongan dan semuanya masuk neraka kecuali
hanya satu golongan saja. Para sahabat bertanya: Siapakah yang satu golongan
itu ya Rasulullah? jawabnya: Itulah golongan yang senantiasa mengikuti jejakku
dan jejak para sahabatku”. (HR. Al Tirmizi).
Dalam teks hadits ini, meskipun belum secara tegas terungkap istilah
“Ahlussunnah Waljamaah”; namun maknanya sudah tersirat di dalamnya, yakni bahwa
golongan yang selamat dari ancaman neraka itu adalah golongan yang senantiasa
mengikuti jejak (Jalan hidup) Rasulullah SAW. dan para sahabatnya. Padahal,
makna yang demikian inilah yang kita maksudkan sebagai batasan (pengertian)
Ahlussunnah Waljamaah.
Dengan
demikian, maka golongan Ahlussunnah Waljamaah ialah satu-satunya golongan umat
Rasul yang selamat dari ancaman neraka. Hal ini lebih tegas lagi diungkapkan
dalam hadits lain yang berbunyi:
وَالَّذِىْ نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ,
لَتَفْتَرِقُ اُمَّتِى عَلىَ ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً. فَوَاحِدَةً فَى الْجَنَّةُ
وَثِنْتَانِ وَسَبْعُوْنَ فِى النَّارِ. قِيْلَ: مَنْ هُمْ يَارَسُوْلُ اللهِ؟ قَالَ:
اَهْلُ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ (رواه الطبرانى)
(Rasulullah SAW) bersumpah: Demi
zat yang menguasai jiwa Muhammad, sungguh umatku bakal terpecah, menjadi 73
golongan. Maka yang satu golongan masuk syurga, sedangkan yang 72 golongan
masuk neraka. Sedang sahabat bertanya : Siapakah golongan yang masuk itu ya
Rasulullah? Jawabnya Yaitu golongan Ahlussunnah Waljamaah” (HR. al-Tabrani)
Berdasarkan ketiga hadits tersebut, jelaslah bahwa umat Islam akan
terpecah ke dalam banyak golongan, Sebagaimana umat Yahudi dan Nasrani. Di
antara sekian banyak (73) golongan itu, terdapat satu golongan yang selamat
dari ancaman neraka, yakni golongan yang senantiasa mengikuti jejak hidup
Rasulullah SAW. dan jejak hidup para sahabatnya. Dan golongan yang selamat
(masuk surga) itu tidak lain ialah golongan Ahlussunnah Waljamaah.
2.2.
KRITERIA AHLUSSUNNAH WAL JAMAAH
Kriteria Ahlus sunnah sebagaimana yang telah diterangkan
oleh Imam Ghazali dalam kitab beliau Ihya Ulumuddin dan kitab lainnya adalah:
1.
Tentang ketuhanan
Meyakini
bahwa Allah adalah tuhan yang esa yang berhak disembah dengan segala sifat
kesempurnaan-Nya yang tiada sama dengan makhluk.
Ø Zat Allah dapat dilihat dengan mata
kepala, dan orang-orang mukmin akan melihat-Nya dalam surga kelak.
Ø Segala sesuatu yang terjadi
merupakan atas kehendak-Nya namun pada makhluk terdapat ikhtiyari. Menolak
faham Tasybih (penyerupaan) Allah dengan makhluk.
Ø Menolak faham Jabariyah (segala
sesuatu atas kehendak Allah tanpa ikhtiayri dari makhluk)
Ø Menolak faham Qadariyah (segala sesuatu
atas kehendak makhluk tanpa taqdir dari Allah).
2.
Tentang malaikat
Ø Malaikat itu ada dan jumlahnya tidak
terhingga. Setiap malaikat memiliki tugasnya masing-masing, mereka selalu taat
kepada perintah Allah.
Ø Ummat islam hanya diwajibkan
mengetahui sepuluh nama malaikat yang utama yang mempunyai tugasnya
masing-masing.
Ø Sehubungan dengan keimanan tentang
adanya malaikat, ummat islam juga diwajibkan meyakini adanya jin, iblis dan
syaithan.
3.
Tentang kerasulan
Ø Meyakini bahwa semua Rasul adalah
utusan-Nya yang diberikan mu`jizat kepada mereka sebagi tanda kebenaran mereka.
Ø Rasulullah SAW penutup segala Nabi
dan Rasul yang diutus kepada bangsa arab dan bangsa lainnya, kepada manusia dan
jin.
Ø Mencintai seluruh shahabat
Rasulullah
Ø Meyakini bahwa shahabat yang paling
mulia adalah Sayidina Abu Bakar ash-Shiddiq kemudian Sayidina Umar kemudian
Saiydina Utsman kemudian Saidina Ali Radhiyallahu ‘anhum.
Ø Menghindari membicarakan masalah
permusuhan sesama sahabat kecuali untuk menerangkan kebenaran dan bagaimana kaum
muslimin menyikapinya.
Ø Meyakini Ibunda dan Ayahanda
Rasulullah masuk surga berdasarkan firman Allah QS. Al-Isra’ ayat 15 :
وَمَا كُنَّا
مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولًا
“dan
Kami tidak akan meng’azab sebelum Kami mengutus seorang rasul.” (QS. Al-Isra` :
15)
Kedua
orang tua Nabi wafat pada zaman fatharah (kekosongan dari seorang Nabi/Rasul).
Berarti keduanya dinyatakan selamat. Imam Fakhrurrozi menyatakan bahwa semua
orang tua para Nabi muslim.
Dengan dasar Al-Qur’an surat
As-Syu’ara’ : 218-219 :
الَّذِي يَرَاكَ
حِينَ تَقُومُ * وَتَقَلُّبَكَ فِي السَّاجِدِينَ
Yang
melihat kamu ketika kamu berdiri (untuk sembahyang), dan (melihat pula)
perobahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud.
Jelas
sekali Rasulullah menyatakan bahwa kakek dan nenek moyang beliau adalah
orang-orang yang suci bukan orang-orang musyrik karena mereka dinyatakan najis
dalam Al-Qur’an. Allah SWT berfirman dalam At Taubah ayat 28
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّمَا
الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ
“Hai
orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis”
4.
Tentang kitab:
Ø Al quran, Taurat, Injil, Zabur
adalah kitab-kitab yang diturunkan kepada Rasul-Nya sebagai pedoman bagi ummat.
Ø Al Quran adalah kalam Allah dan
bukan makhluk dan bukan sifat bagi makhluk.
Ø Tentang ayat mutasyabihat, dalam
Ahlussunnah ada dua pandangan para ulama:
· Ulama salaf (ulama yang hidup pada
masa sebelum 500 tahun hijryah) lebih memilih tafwidh (menyerahkan kepada
Allah) setelah Takwil Ijmali (umum/global) atau dikenal juga dengan istilah
tafwidh ma’a tanzih yaitu memalingkan lafahd dari arti dhahirnya setelah itu
menyerahkan maksud dari kalimat tasybih itu kepada Allah.
· Ulama khalaf (Ulama pada masa
setelah 500 Hijriyah) lebih memilih ta`wil yaitu menghamal arti kalimat dengan
sebalik arti dhahirnya dengan menyatakan dan menentukan arti yang dimaksudkan
dari kalimat tersebut.
Dalam
menentukan langkahnya, Ulama Salaf dan Ulama Khalaf sama-sama berpegang pada
surat: Ali Imran ayat: 7
هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آَيَاتٌ مُحْكَمَاتٌ
هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ
زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِهِ
Artinya
: “Dia-lah yang menurunkan al-Kitab (al-quran) kepada kamu, di antara (isi) nya
ada ayat-ayat muhkamat (jelas maksudnya) itulah pokok-pokok isi al-Quran dan
yang lain (ayat-ayat) mutasyabihat (tidak difahami maksudnya). Adapun
orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti
ayat-ayat yang mutasyabihat dari padanya untuk menimbulkan fitnah (karena
mereka tidak menyadari telah terjerumus dalam ayat mutasyabihat) dan untuk
mencari-cari penafsirannya,”
5.
Tentang kiamat
Ø Kiamat pasti terjadi, tiada keraguan
sedikit pun.
Ø Meyakini adanya azab kubur.
Ø Kebangkitan adalah hal yang pasti.
Ø Surga adalah satu tempat yang
disediakan untuk hamba yang dicintai-Nya.
Ø Neraka disediakan untuk orang-orang
yang ingkar kepada-Nya.
Ø Meyakini adanya hisab (hari
perhitungan amalan).
Ø Meyakini adanya tempat pemberhentian
hamba setelah bangkit dari kubur.
Ø Meyakini adanya Syafaat Rasulullah,
ulama, syuhada dan orang-orang mukmin lainnya menurut kadar masing-masing.
6. Kewajiban ta`at kepada-Nya terhadap hamba-Nya adalah
diketahui melalui lisan Rasul-Nya bukan melalui akal.
7. Tidak mengada-ngadakan sesuatu dalam agama kecuali atas
izin Allah.
8. Tidak menisbahkan kepada Allah sesuatu yang tidak
diketahui.
9. Tidak mengkafirkan seorangpun dari ahli kiblat dengan
sebab dosa yang mereka lakukan seperti zina, mencuri, minum khamar dll.
2.3
AJARAN-AJARAN AHLUSSUNNAH WAL JAMAAH
Diantara ajaran Ahlussunnah adalah:
1. Megimani dan mengamalkan semuaq
yang datang dari Rosulillah saw. Baik yang tercantum di al-Qur’an ataupun di
Hadits sebagai bukti dari sikap ‘ubudiyyah pada Allah SWT.
2. Tidak mencaci makai para Sahabat
Nabi, tetapi menghormati dan memintakan ampunan untuk mereka.
3. Bersedia untuk taqlid pada Ijtihad
para Ulama’ Madzahib dalam berbagai masa’il diniyah fiqhiyyah, disamping
mempelajari dalil-dalilnya.
4. Mengimani ayat-ayat mutasyabihat
tanpa berusaha untuk mena’wil yang sampai pada batas mentasybihan maupun
penta’thilan (menafikan sifat-sifat Allah)
5. Meyakini bahwa al-Qur’an adalah
Kalamullah al-Qadim, tidak makhluk dan tidak mengalami perubahan.
6.
Tidak
beranggapan bahwa Imamah adalah rukum Iman, namun sebagai kewajiban / dlarurah
‘aammah demi kemashlahatan ummat untuk menjalankan syari’at Islam.
7.
Mengakui
kekhilafan Khulafaur Rasyidin (Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali).
8.
Mencintai
ahlul bait Rasulullah SAWdengan tanpa lewat jalur Syi’ah (dibatasi pada 12 imam
dan mengkafir-kafirkan sahabat).
9.
Mempercayai
bahwa besok di Akhirat orang mu’min dapat melihat Allah SWT sebagaimana dalam
firman-firmanNya.
10.
Tidak
mengingkari pada bolehnya tawassul dan adanya karomah Auliya’.
11.
Tidak
membenarkan ajaran taqiyyah, yakni melahirkan sesuatu yang bertentangan dengan
nurani hanya untuk menipu ummat Islam.
12.
Percaya
bahwa sebaik kurun / periode adalah masa Rasulullah SAW setelah itu adalah
Sahabatnya, setelahnya adalah Tabi’in…Tabi’it Tabi’in … dan seterusnya.
Dan masih banyak beberapa ajaran
Ahlussunnah yang tercantum dalam kitab-kitab salaf. Untuk itu, bagi kalangan
pesantren (khususnya) dan warga nahdliyyin (umumnya).
2.4.
CIRI UTAMA AJARAN NAHLUSSUNNAH WAL JAMAAH.
Ada tiga ciri utama ajaran
Ahlussunnah wal Jamaah atau kita sebut dengan Aswaja yang selalu diajarkan oleh
Rasulullah SAW dan para sahabatnya:
Ø Pertama
at-tawassuth atau sikap tengah-tengah,
sedang-sedang, tidak ekstrim kiri ataupun ekstrim kanan. Ini disarikan dari
firman Allah SWT:
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطاً لِّتَكُونُواْ شُهَدَاء
عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيداً
Dan
demikianlah kami jadikan kamu sekalian (umat Islam) umat pertengahan (adil dan
pilihan) agar kamu menjadi saksi (ukuran penilaian) atas (sikap dan perbuatan)
manusia umumnya dan supaya Allah SWT
menjadi
saksi (ukuran penilaian) atas (sikap dan perbuatan) kamu sekalian. (QS
al-Baqarah: 143).
Ø Kedua
at-tawazun atau seimbang dalam
segala hal, terrnasuk dalam penggunaan dalil 'aqli (dalil yang bersumber dari
akal pikiran rasional) dan dalil naqli (bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits).
Firman Allah SWT:
لَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلَنَا بِالْبَيِّنَاتِ وَأَنزَلْنَا مَعَهُمُ
الْكِتَابَ وَالْمِيزَانَ لِيَقُومَ النَّاسُ بِالْقِسْطِ
“Sunguh
kami telah mengutus rasul-rasul kami dengan membawa bukti kebenaran yang nyata
dan telah kami turunkan bersama mereka al-kitab dan neraca (penimbang keadilan)
supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. (QS al-Hadid: 25)”
Ø Ketiga,
al-i'tidal atau tegak lurus. Dalam
Al-Qur'an Allah SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُونُواْ قَوَّامِينَ لِلّهِ شُهَدَاء
بِالْقِسْطِ وَلاَ يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلاَّ تَعْدِلُواْ اعْدِلُواْ
هُوَ أَقْرَبُ
لِلتَّقْوَى وَاتَّقُواْ اللّهَ إِنَّ اللّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Wahai
orang-orang yang beriman hendaklah kamu sekalian menjadi orang-orang yang tegak
membela (kebenaran) karena Allah menjadi saksi (pengukur kebenaran) yang adil.
Dan janganlah kebencian kamu pada
suatu kaum
menjadikan kamu berlaku tidak adil. Berbuat adillah karena keadilan itu lebih
mendekatkan pada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, karena sesungguhnya Allah
Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.
(QS
al-Maidah: 8)”
Dalam tataran
praktis, sebagaimana dijelaskan KH Ahmad Shiddiq bahwa prinsip-prinsip ini
dapat terwujudkan dalam beberapa hal sebagai berikut: (Lihat Khitthah
Nahdliyah, hal 40-44)
1. Akidah.
a.
Keseimbangan
dalam penggunaan dalil 'aqli dan dalil naqli.
b.
Memurnikan
akidah dari pengaruh luar Islam.
c.
Tidak
gampang menilai salah atau menjatuhkan vonis syirik, bid'ah apalagi kafir.
2. Syari'ah
a.
Berpegang
teguh pada Al-Qur'an dan Hadits dengan menggunanakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah.
b.
Akal
baru dapat digunakan pada masalah yang yang tidak ada nash yang je1as
(sharih/qotht'i).
c.
Dapat
menerima perbedaan pendapat dalam menilai masalah yang memiliki dalil yang
multi-interpretatif (zhanni).
3. Tashawwuf/ Akhlak.
a.
Tidak
mencegah, bahkan menganjurkan usaha memperdalam penghayatan ajaran Islam,
selama menggunakan cara-cara yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip
hukum Islam.
b.
Mencegah
sikap berlebihan (ghuluw) dalam menilai sesuatu.
c.
Berpedoman
kepada Akhlak yang luhur. Misalnya sikap syaja ’ah atau berani (antara penakut
dan ngawur atau sembrono), sikap tawadhu' (antara sombong dan rendah diri) dan
sikap dermawan (antara kikir dan boros).
4. Pergaulan antar golongan
a.
Mengakui
watak manusia yang senang berkumpul dan berkelompok berdasarkan unsur
pengikatnya masing-masing.
b.
Mengembangkan
toleransi kepada kelompok yang berbeda.
c.
Pergaulan
antar golongan harus atas dasar saling menghormati dan menghargai.
d.
Bersikap
tegas kepada pihak yang nyata-nyata memusuhi agama Islam.
5.
Kehidupan
bernegara
a.
NKRI
(Negara Kesatuan Republik Indanesia) harus tetap dipertahankan karena merupakan
kesepakatan seluruh komponen bangsa.
b.
Selalu
taat dan patuh kepada pemerintah dengan semua aturan yang dibuat, selama tidak
bertentangan dengan ajaran agama.
c.
Tidak
melakukan pemberontakan atau kudeta kepada pemerintah yang sah.
d.
Kalau
terjadi penyimpangan dalam pemerintahan, maka mengingatkannya dengan cara yang
baik.
6. Kebudayaan
a.
Kebudayaan
harus ditempatkan pada kedudukan yang wajar. Dinilai dan diukur dengan norma
dan hukum agama.
b.
Kebudayaan
yang baik dan ridak bertentangan dengan agama dapat diterima, dari manapun
datangnya. Sedangkan yang tidak baik harus ditinggal.
c.
Dapat
menerima budaya baru yang baik dan melestarikan budaya lama yang masih relevan
(al-muhafazhatu 'alal qadimis shalih wal akhdu bil jadidil ashlah).
7. Dakwah
a.
Berdakwah
bukan untuk menghukum atau memberikan vonis bersalah, tetapi mengajak
masyarakat menuju jalan yang diridhai Allah SWT.
b.
Berdakwah
dilakukan dengan tujuan dan sasaran yang jelas.
c.
Dakwah
dilakukan dengan petunjuk yang baik dan keterangan yang jelas, disesuaikan
dengan kondisi dan keadaan sasaran dakwah.
III.
KESIMPULAN
Istilah “Ahlusunnah Waljamaah”
adalah sebuah istilah yang dieja-Indonesiakan dan kata Ahlusunnah Waljamaah” اهل
السنه والجماعه. Ia merupakan rangkaian dari kata-kata:
a.
Ahl (Ahlun), berarti “galongan”atau
“pengikut’
b.
Al-Sunnah (al-Sunnatu), berarti
“tabiat/perilaku
jalan hidup/perbuatan yang mencakup ucapan dan tindakan Rasulullah SAW.
c.
Wa, yang berarti “dan atau “serta”
d.
Al-Jamaa’ah (al-jamaah), berarti
‘Jamaah”
yakni jamaah para sahabat Rasul SAW. Maksudnya ialah perilaku atau jalan hidup
para sahabat.
Dengan demikian, maka secara etimologis, istilah “Ahlusunnah Waljamaah /
golongan yang senantiasa mengikuti jalan hidup Rasul SAW. dan jalan hidup para
sahabatnya.
Dengan kata lain, Ahlussunnah
Waljamaah ialah golongan yang senantiasa mengikuti jejak hidup Rasul SAW.
Kriteria
Ahlus sunnah sebagaimana yang telah diterangkan oleh Imam Ghazali dalam kitab
beliau Ihya Ulumuddin dan kitab lainnya adalah:
1.
Tentang ketuhanan
2.
Tentang malaikat
3.
Tentang kerasulan
4.
Tentang kitab
5.
Tentang kiamat
Ada tiga ciri utama ajaran
Ahlussunnah wal Jamaah atau kita sebut dengan Aswaja yang selalu diajarkan oleh
Rasulullah SAW dan para sahabatnya:
Ø Pertama
at-tawassuth atau sikap tengah-tengah,
sedang-sedang, tidak ekstrim kiri ataupun ekstrim kanan.
Ø Kedua
at-tawazun
atau seimbang dalam segala hal, terrnasuk dalam penggunaan dalil 'aqli (dalil
yang bersumber dari akal pikiran rasional) dan dalil naqli (bersumber dari
Al-Qur’an dan Hadits).
Ø Ketiga,
al-i'tidal
atau tegak lurus.
Dalam tataran praktis, sebagaimana dijelaskan KH
Ahmad Shiddiq bahwa prinsip-prinsip ini dapat terwujudkan dalam beberapa hal
sebagai berikut:
1.
Akidah.
2.
Syari'ah
3.
Tashawwuf/
Akhlak.
4.
Pergaulan antar
golongan
5.
Kehidupan
bernegara
6.
Kebudayaan
7.
Dakwah
DAFTAR PUSTAKA
http://ahlussunah-wal
jamaah.blogspot.com/2011/06/definisi ahlussunnah-wal-jamaah.html
Abbas
Siradjuddin, I’tiqad ahlussunnah wal jama’ah, Jakarta, pustaka tarbiyyah, 2004.
Hanafi.
A, Pengantar Theology Islam, Jakarta, pustaka al-husna, 1992.
Harun
Nasution, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, Jakarta,
UIP, 1986
0 komentar:
Posting Komentar